Minggu, 16 Desember 2012

Sosiologi Kota


A. Pengertian Kota
Kita yang hidup pada zaman muthakhir ini dapat dengan mudah mengamati dan menggambarkan apakah “kota” itu,sesuai dengan tolak ukur atau focus perhatian kita masing-masing. Oleh karena itu tidak dirisaukan jika terdapat banyak definisi tentang kota, yang mungkin satu dengan yang lainnya berbeda. Adapun Definisi tersebut antara lain :
·         Kota adalah suatu ciptaan peradaban umat manusia. Kota sebagai hasil dari peradaban lahir dari pedesaan, tetapi kota berbeda dengan pedesaan Pedesaan sebagai “daerah yang melindungi kota” (P.J.M. Nas 1979 : 28). Kota seolah-olah mempunyai karakter tersendiri, mempunyai jiwa, organisasi, budaya atau peradaban tersendiri.
·         Mumford : Kota sebagai tempat pertemuan yang berorientasi ke luar. Sebelum kota menjadi tempat pemukiman yang tetap, pada mulanya kota sebagai suatu tempat orang pulang balik untuk berjumpa secara teratur, jadi ada semacam daya tarik pada  penghuni luar kota untuk kegiatan rohaniah dan perdagangan serta,kegiatan lain.

B. Karakteristik Kota
·         Dari aspek morfologi, antara kota dan pedesaan terdapat perbedaan bentuk fisik, seperti cara membangun bangunan-bangunan tempat tinggal yang berjejal dan mencakar langit (tinggi) dan serba kokoh. Tetapi pada prakteknya kriteria itu sukar dipakai pengukuran, karena banyak kita temukan dibagian-bagian kota tampak seperti desa misalnya, didaerah pinggiran kota, sebaliknya juga desa-desa yang mirip kota, seperti desa-desa di pegunungan dinegara-negara laut tengah.
·         Dari aspek penduduk. Secara praktis jumlah penduduk ini dapat dipakai ukuran yang tepat untuk menyebut kota atau desa, meskipun juga tidak terlepas dari kelemahan –kelemahan. Kriteria jumlah penduduk ini dapat secara mutlak atau dalam arti relatif yakni kepadatan penduduk dalam suatu wilayah. Sebagai contoh misalnya dia AS dan Meksiko suatu tempet dikatakan kota apabila dihuni lebih dari 2500 jiwa dan Swedia 200jiwa.
·         Dari aspek sosial, gejala kota dapat dilihat dari hubungan-hubungan sosial (social interrelation dan social interaction) di antara penduduk warga kota, yakni yang bersifat kosmopolitan. Hubungan sosial yang bersifat impersonal, sepintas lalu (super-ficial), berkotak-kotak, bersifat sering terjadi hubungan karena kepentingan dan lain-lain, orang ini bebas untuk memilih hubungan sendiri.
·         Dari aspek ekonomi, gejala kota dapat dilihat dari cara hidup warga kota yakni bukan dari bidang pertanian atau agraria sebagai mata pencaharian pokoknya, tetapi dari bidang-bidang lain dari segi produksi atau jasa. Kota berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi, perdagangan industri, dan kegiatan pemerintahan serta jasa-jasa pelayanan lain. Ciri yang khas suatu kota ialah adanya pasar, pedagang dan pusat perdagangan.
·         Dari aspek hukum, pengertian kota yang dikaitkan dengan adanya hak-hak dan kewajiban hukum bagi penghuni, atau warga kota serta sistem hukum tersendiri yang dianut untuk menunjukkan suatu wilayahtertentu yang secara hukum disebut kota.

C. Perbedaan Antara Kota dan Desa
Dari definisi yang telah diajukan baik definisi kota maupun desa kita dapat membuat perbedaan diantara keduanya. Dikutip dari apa yang dikemukakan oleh P.J.M. Nas, (1979 : 35) yang mengutip pendapat Costandse, sbb :
1.      Kota bersifat besar dan memberikan gambaran yang jelas sedangkan pedesaan itu kecil dan bercampur-baur, tanpa gambaran yang tegas.
2.      Kota mengenal pembagian kerja yang luas, desa (pedalaman) tidak.
3.      Struktur sosial dikota mengenal differensiasi yang luas sedangkan dipedesaan relatif sederhana.
4.      Individualitas memainkan peranan penting dalam kebudayaan kota, sedangkan di pedesaan hal ini kurang penting, di pedesaan orang menghayati hidupnya terutama dalam kompak primer.
5.      Kota mengarahkan gaya hidup pada kemajuan, sedangkan pedesaan lebih berorientasi pada tradisi, dan cenderung pada konservatisme.

D. Fungsi Kota
Menurut Noel P. Gist dalam “Urban Society” (hasil kuliah Drs.M Thalla, 1972) sebagai berikut :
  1. Production center, yakni kota sebagai pusat produksi, baik barang setengah jadi maupun barang jadi.
  2. Center of trade and commerce, yakni kota sebagai pusat perdagangan dan niaga, yang melayani daerah sekitarnya. Kota seperti ini sangat banyak, seperti Rotterdam, Singapura, Hamburg.
  3. Political capital, yakni kota sebagai pusat pemerintahan atau sebagai ibukota negara, misalnya kota london dan Brazil.
  4. Cultural center, kota sebagai pusat kebudayaan, contohnya : kota Vatikan, Makkah, Yerusalem.
  5. Health and recreation, yakni kota sebagai pusat pengobatan dan rekreasi wisata, misalnya : Monaco, Palm Beach, Florida, Puncak Bogor, Kaliurung.
  6. Divercified cities, Yakni kota-kota yang berfungsi ganda atau beraneka. Kota-kota pada masa kini (setelah perang dunia ke II) banyak yang termasuk kategori ini. Sebagai contoh : Jakarta, Tokyo, Surabaya yang mencanangkan diri sebagai “kota indarmardi” (kota industri, perdagangan, maritim, dan pendidikan),disamping sebagai pusat pemerintahan.

E. Permasalahan di kota
Permasalahan di kota antara lain:
  1. konflik (pertengkaran),
  2. kontroversi (pertentangan),
  3. kompetisi (persaingan),
  4. kegiatan pada masyarakat pedesaan, dan
  5. sistem nilai budaya


F. Sejarah Pembetukan Kota
Jadi dalam perkembangannya sebuah kota berdasarkan tahap perkembangannya kota dimulai dari tahap :
  1. Eopolis yaitu tahap perkembangan daerah kota yang sudah diatur ketahap kehidupan kota (kota kecamatan )
  2. Polis yaitu tahap perkembangan kota yang masih ada pengaruh kehidupan agraris (kota kabupaten)
  3. Metropolis, yaitu tahap perkembangan kota sudah mengarah ke sektor industry
  4. Megapolis, yaitu tahap perkembangan kota yang telah mencapai tingkat tertinggi diantaranya dengan dengan pemekaran atau perluasan kota
  5. Trianopolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya sudah sulit dikendalikan baik masalah lalulintas, pelayanan maupun kriminalitas
  6. Nekropolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya mulai sepi bahkan mengarah pada kota mati

G. Pola – pola Kota
1.      Pola sentralisasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang cenderung berkumpul atau berkelompok pada satu daerah atau wilayah utama.Area utama tersebut merupakan daerah yang ramai dikunjungi serta dilewati oleh banyak orang pada pagi, siang, dan sore hari namum sunyi di malam hari.
2.      Pola desentralisasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang cenderung menjauhi titik pusat kota atau inti kota sehingga dapat membentuk suatu inti / nukleus kota yang baru.
3.      Pola nukleasi adalah pola persebaran kegiatan kota yang mirip dengan pola penyebaran sentralisasi namun dengan skala ukuran yang lebih kecil di mana inti kegiatan perkotaan berada di daerah utama.
4.      Pola segresi adalah pola persebaran yang saling terpisah-pisah satu sama lain menurut pembagian sosial, budaya, ekonomi, dan lain sebagainya. Dan jika kita umpamakan dengan papan permainan dart atau papan target anak panah, maka pusat kota berada pada pusat papan dart atau papan target anak panah dan begitu seterusnya garis-garis lingkaran yang mengelilinginya berurutan adalah wilayah sub urban atau sub urban, kemudian diikuti dengan daerah urban dan yang terakhir adalah daerah rural yang masih-masing memiliki sifat dan ciri-ciri tersendiri.

H. Urutan-urutan Kota
  • City adalah pusat kota yang menjadi pusat sub urban, urban, dan rural area.
  • Sub urban adalah daerah tempat atau area di mana para penglaju / commuter tinggal yang letaknya tidak jauh dari pusat kota. penglaju atau kommuter adalah orang-orang yang tinggal di pinggiran kota yang pulang pergi ke kota untuk bekerja setiap hari.
  • Sub urban fring adalah area wilayah yang mengelilingi daerah sub urban yang menjadi daerah peralihan kota ke desa.
  • Urban fring adalah daerah perbatasan antara kota dan desa yang memiliki sifat yang mirip dengan daerah wilayah perkotaan. Urban adalah daerah yang penduduknya bergaya hidup modern.
  • Rural urban fringe adalah merupakan daerah jalur yang berada di antara desa dan kota.
  • Rural adalah daerah pedesaan atau desa yang penduduknya hidup sederhana.











DAFTAR PUSTAKA

Asy’ari, Imam Sapari. Sosiologi Kota dan Desa, Surabaya : Usaha Nasional
Bintarto, pengantar geogarafi kota, LIP SPRING, LIP SPRING, Yogyakarta, 1997.
Bintarto, R. 1984. Interaksi Desa – Kota dan permasalahannya, Jakarta : Ghalia Indonesia
www.google.com

Minggu, 29 April 2012

PENDEKATAN PENGELOLAAN KELAS




Istilah ”pengelolaan kelas ( classroom management)” dapat didefinisikan beragam tergantung sudut pandang yang dipakai. Pendekatan otoriter (authority approach) memandang pengelolaan kelas sebagai kegiatan guru untuk mengontrol tingkah laku siswa. Menurut pendekatan ini, tugas guru adalah menciptakan dan memelihara aturan didalam kelas melalui penerapan disiplin (Weber, 1977). Guru yang menganut pendekatan otoriter akan menghukum setiap siswa yang melanggar disiplin kelas. Ketika melihat dua orang siswa berkelahi di dalam kelas, guru yang menganut pendekatan otoriter akan menghukum kedua siswa tersebut, misalnya dengan tidak membolehkan kedua siswa tersebut untuk bermain pada jam istirahat selama beberapa minggu.
Kebalikan dari pendekatan otoriter ialah pendekatan permisif (permissive approach). Pendekatan permisif menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah kegiatan guru dalam memaksimalkan kebebasan siswa. Peran guru adalah membantu siswa merasakan kebebasan untuk melakukan apa yang mereka inginkan kapanpun mereka mau(Weber, 1977). Pendekatan permisif beranggapan bahwa hal yang terbaik bagi siswa adalah membiarkan siswa melakukan apa yang mereka inginkan.
Apabila kita telaah kedua pengertian pengelolaan kelas tersebut, tidak ada satu pun yang cocok dengan system pendidikan kita. Pendekatan otoriter dipandang kurang manusiawi, sedangkan pendekatan permisif dipandang tidak realistic. Oleh karena itu, kita tidak mungkin menerapkan pengertian pengelolaan kelas yang dikemukakan oleh kedua pendekatan tersebut.
Disamping kedua pengertian tersebut, (Weber, 1977) mengemukakan tiga pengertian lain dari pengelolaan kelas. Ketiga pengertian tersebut adalah berikut ini :
Pertama, pengelolaan kelas adalah serangkaian kegiatan guru yang dilakukan untuk mendorong munculnya tingkah laku yang tidak diharapkan dan menghilangkan tingkah laku yang tidak diharapkan. Pengertian ini didasarkan pada  pendekatan modifikasi tingkah laku (behavior modification apporoach). Menurut pendekatan ini peran guru dalam pengelolaan kelas adalah membantu siswa mempelajari tingkah lakuyang diharapkan melalui penerapan prinsip-prinsip yang berasal dari teori penguatan. Pada pendekatan ini terlihat bahwa guru mengarahkan siswa untuk bertingkah laku sesuai yang diharapkan dengan menunjukkan tingkah laku tersebut melalui pemberian pujian. Untuk menghindari siswa dari tingkah laku yang tidak diharapkan, guru menunjukkan kepada siswa tentang tingkah laku yang tidak baik tersebut dan meminta siswa untuk memperbaikinya.
Kedua, pengelolaan kelas adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baikdan iklim sosio-emosional kelas yang positif. Pengertian ini didasarkan pada pendekatan iklim sisio-emosional (socio emotional climate approach). Menurut pendekatan ini, peran guru dalam pengelolaan kelas adalah mengembangkan iklim sosio-emotional kelas yang positif melalui penciptaan hubungan interpersonal yang sehat, baik antara guru dan siswa maupun antara siswa dan siswa.
Ketiga, pengelolaan kelas adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan dan memelihara organisasi kelas yang efektif. Pengertian ini didasarkan pada pendekatan proses kelompok (group-process approach). Menurut pendekatan ini tugas guru dalam pengelolaan kelas adalah membantu mengembangkan dan melaksanakan system kelas yang efektif.
Dari ketiga pengertian pengelolaan kelas tersebut, baik yang didasarkan pada pendekatan modifikasi tingkah laku, pendekatan iklim sosio-emosional maupun pendekatan proses kelompok, tidak ada satu pun yang paling baik. Setiap pengelolaan kelas dari setiap pendekatan akan efektif bila diterapkan sesuai dengan kondisi kelas yang dihadapi. Guru dapat menerapkan ketiga pengertian tersebut sesuai dengan situasi kelas yang dihadapi. Guru tidak harus terikat pada satu pengertian pengelolaan kelas dalam menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang memungkinkan siswa-sisw dapat belajar. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila kita gabungkan ketiga pengertian pengelolaan tersebut menjadi satu pengertian  yang utuh.
Pengelolaan kelas adalah serangkaian tindakan guru yang ditujukan untuk mendorong munculnya tingkah laku siwa yang diharapkan dan menghilangkan tingkah laku siswa yang tidak diharapkan, menciptakan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio-emosional yang positif, serta menciptakan dan memelihara organisasi kelas yang produktif dan efektif atau secara singkat: pengelolaan kelas adalah usaha guru untuk menciptakan, memelihara, dan menhembangkan iklim belajar yang kondusif.
Pengertian ini sejalan dengan pengertian pengelolaan kelas yang dikemukakan oleh Winzer. Winzer (1995) menyatakan pengelolaan kelas adalah cara-cara yang ditempuh guru dalam menciptakan lingkungan kelas agar tidak terjadi kekacauan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai tujuan akademis dan sosial